CONTACT PERSON
Formulir Kontak
Kategori Produk
- ARTIKEL SEPUTAR MATA (25)
- SOFTLENS (4)
Label
Kategori Produk :
BANTU LIKE DAN SHARE YA SOB
Label:
ARTIKEL SEPUTAR MATA
SEJARAH KACAMATA
Kacamata merupakan salah satu penemuan terpenting dalam sejarah
kehidupan umat manusia. Setiap peradaban mengklaim sebagai penemu
kacamata. Akibatnya, asal-usul kacamata pun cenderung tak jelas dari
mana dan kapan ditemukan.
Lutfallah Gari, seorang peneliti
sejarah sains dan teknologi Islam dari Arab Saudi mencoba menelusuri
rahasia penemuan kacamata secara mendalam. Ia mencoba membedah sejumlah
sumber asli dan meneliti literatur tambahan.
Investigasi yang dilakukannya itu membuahkan sebuah titik terang. Ia menemukan fakta bahwa peradaban Muslim di era keemasan memiliki peran penting dalam menemukan alat bantu baca dan lihat itu.
Lewat
tulisannya bertajuk The Invention of Spectacles between the East and the
West, Lutfallah mengungkapkan, peradaban Barat kerap mengklaim sebegai
penemu kacamata. Padahal, jauh sebelum masyarakat Barat mengenal
kacamata, peradaban Islam telah menemukannya. Menurut dia, dunia Barat
telah membuat sejarah penemuan kacamata yang kenyataannya hanyalah
sebuah mitos dan kebohongan belaka.
”Mereka sengaja membuat sejarah bahwa kacamata itu muncul saat Etnosentrisme,” papar Lutfallah.
Menurut
dia, sebelum peradaban manusia mengenal kacamata, para ilmuwan tdari
berbagai peradaban telah menemukan lensa. Hal itu dibuktikan dengan
ditemukannya kaca.
Lensa
juga dikenal pada beberapa peradaban seperti Romawi, Yunani,
Hellenistik dan Islam. Berdasarkan bukti yang ada, lensa-lensa pada saat
itu tidak digunakan untuk magnification (perbesaran), tapi untuk
pembakaran. Caranya dengan memusatkan cahaya matahari pada fokus
lensa/titik api lensa.
Oleh karena itu, mereka menyebutnya dengan
nama umum “pembakaran kaca/burning mirrors”. ”Hal ini juga tercantum
dalam beberapa literatur yang dikarang sarjana Muslim pada era
peradaban Islam,” tutur Lutfallah. Menurut dia, fisikawan Muslim
legendaris, Ibnu al-Haitham (965 M-1039 M), dalam karyanya bertajuk
Kitab al-Manazir (tentang optik) telah mempelajarai masalah perbesaran
benda dan pembiasan cahaya.
Ibnu al-Haitam mempelajari pembiasan
cahaya melewati sebuah permukaan tanpa warna seperti kaca, udara dan
air. “Bentuk-bentuk benda yang terlihat tampak menyimpang ketika terus
melihat benda tanpa warna”. Ini merupakan bentuk permukaan seharusnya
benda tanpa warna,” tutur al-Haitham seperti dikutip Lutfallah.
Inilah
salah satu fakta yang menunjukkan betapa ilmuwan Muslim Arab pada
abadke-11 itu telah mengenali kekayaan perbesaran gambar melalui
permukaan tanpa warna. Namun, al-Haitham belum mengetahui aplikasi
yang penting dalam fenomena ini. Buah pikir yang dicetuskan Ibnu
al-Haitham itu merupakan hal yang paling pertama dalam bidang lensa.
Paling
tidak, peradaban Islam telah mengenal dan menemukan lensa lebih awal
tiga ratus tahun dibandingkan Masyarakat Eropa. Menurut Lutfallah,
penemuan kacamata dalam peradaban Islam terungkap dalam puisi-puisi
karya Ibnu al-Hamdis (1055 M- 1133 M). Dia menulis sebuah syair yang
menggambarkan tentang kacamata. Syair itu ditulis sekitar200 tahun,
sebelum masyarakat Barat menemukan kacamata. Ibnu al-Hamdis
menggambarkan kacamata lewat syairnya antara lain sebagai berikut:
”Benda
bening menunjukkan tulisan dalam sebuah buku untuk mata, benda bening
seperti air, tapi benda ini merupakan batu. Benda itu meninggalkan bekas
kebasahan di pipi, basah seperti sebuah gambar sungai yang terbentuk
dari keringatnya,” tutur al-Hamdis.
Al-Hamdis melanjutkan, ”Ini
seperti seorang yang manusia yang pintar, yang menerjemahkan sebuah
sandi-sandi kamera yang sulit diterjemahkan. Ini juga sebuah pengobatan
yang baik bagi orang tua yang lemah penglihatannya, dan orang tua
menulis kecil dalam mata mereka.”
Syair al-Hamids itu telah mematahkan klaim peradaban Barat sebagai penemu kacamata pertama.
Pada
puisi ketiga, penyair Muslim legendaris itu mengatakan, “Benda ini
tembus cahaya (kaca) untuk mata dan menunjukkan tulisan dalam buku, tapi
ini batang tubuhnya terbuat dari batu (rock)”.
Selanjutnya dalam
dua puisi, al-Hamids menyebutkan bahwa kacamata merupakan alat
pengobatan yang terbaik bagi orang tua yang menderita cacat/memiliki
penglihatan yang lemah. Dengan menggunakan kacamata, papar al-Hamdis,
seseorang akan melihat garis pembesaran.
Dalam puisi keempatnya,
al-Hamdis mencoba menjelaskan dan menggambarkan kacamata sebagai
berikut: “Ini akan meninggalkan tanda di pipi, seperti sebuah sungai”.
Menurut penelitian Lutfallah, penggunaan kacamata mulai meluas di dunia
Islam pada abad ke-13 M. Fakta itu terungkap dalam lukisan, buku
sejarah, kaligrafi dan syair.
Dalam salah satu syairnya, Ahmad
al-Attar al-Masri telah menyebutkan kacamata. “Usia ua datang setelah
muda, saya pernah mempunyai penglihatan yang kuat, dan sekarang mata
saya terbuat dari kaca.” Sementara itu,sSejarawan al-Sakhawi,
mengungkapkan, tentang seorang kaligrafer Sharaf Ibnu Amir al-Mardini
(wafat tahun 1447 M). “Dia meninggal pada usia melewati 100 tahun; dia
pernah memiliki pikiran sehat dan dia melanjutkan menulis tanpa
cermin/kaca. “Sebuah cermin disini rupanya seperti lensa,” papar
al-Sakhawi.
Fakta lain yang mampu membuktikan bahwa peradaban
Islam telah lebih dulu menemukan kacamata adalah pencapaian dokter
Muslim dalam ophtalmologi, ilmu tentang mata. Dalam karanya tentang
ophtalmologi, Julius Hirschberg , menyebutkan, dokter spesialis mata
Muslim tak menyebutkan kacamata. ”Namun itu tak berarti bahwa peradaban
Islam tak mengenal kacamata,” tegas Lutfallah. desy susilawati
Eropa dan Penemuan Kacamata
Roger Bacon
Pada
abad ke-13 M, sarjana Inggris, Roger Bacon (1214 M – 1294 M), menulis
tentang kaca pembesar dan menjelaskan bagaimana membesarkan benda
menggunakan sepotong kaca. “Untuk alasan ini, alat-alat ini sangat
bermanfaat untuk orang-orang tua dan orang-orang yang memiliki kelamahan
pada penglihatan, alat ini disediakan untuk mereka agar bisa melihat
benda yang kecil, jika itu cukup diperbesar,” jelas Roger Bacon.
Beberapa
sejarawan ilmu pengetahuan menyebutkan Bacon telah mengadopsi ilmu
pengetahuannya dari ilmuwan Muslim, Ibnu al-Haitam. Bacon terpengaruh
dengan kitab yang ditulis al-Haitham berjudul Ktab al-Manazir Kitab
tentang Optik. Kitab karya al-Haitham itu ternyata telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin.
Ide pembesaran dengan bentuk kaca telah
dicetuskan jauh sebelumnya oleh al-Haitham. Namun, sayangnya dari
beberapa bukti yang ada, penggunaan kaca pembesar untuk membaca pertama
disebutkan dalam bukunya Bacon.
Julius Hirschberg
Julius
Hirschberg, sejarawan ophthalmologi (ilmu pengobatan mata), menyebutkan
dalam bukunya, bahwa perbesaran batu diawali dengan penemuan kaca
pembesar dan barulah kacamata tahun 1300 atau abad ke-13 M. “Ibnu
al-Haitham hanya melakukan penelitian mengenai pembesaran pada abad ke –
11 M,” cetusnya Hirschberg.
Kacamata pertama disebutkan dalam
buku pengobatan di Eropa pada abad ke-14 M. Bernard Gordon, Profesor
pengobatan di Universitas Montpellier di selatan Perancis, mengatakan di
tahun 1305 M tentang tetes mata (obat mata) sebagai alternatif bagi
orang-orang tua yang tidak menggunakan kacamata.
Guy de Chauliac
Tahun
1353 M, Guy de Chauliac menyebutkan jenis obat mata lain untuk
menyembuhkan mata, dia mengatakan lebih baik menggunakan kacamata jika
obat mata tidak berfungsi.
Selain para ilmuwan di atas, adapula
tiga cerita yang berbeda disebutkan oleh sarjana Italia, Redi (wafat
tahun 1697). Cerita pertama, disebutkan dalam manuskrip Redi tahun 1299
M. Disebutkan dalam pembukaan bahwa pengarang adalah orang yang sudah
tua dan tidak bisa membaca tanpa kacamata, yang ditemukan pada zamannya.
Cerita
kedua, juga diceritakan oleh Redi, menunjukkan bahwa kacamata
disebutkan dalam sebuah pidato yang jelas tahun 1305 M, dimana pembicara
mengatakan bahwa perlatan ini ditemukan tidak lebih cepat dari 20 tahun
sebelum pidato tersebut diungkapkan.
Cerita ketiga, menyebutkan
bahwa biarawan (the monk) Alexander dari Spina (sebelah timur Itali)
belajar bagaimana menggunakan kacamata. Dia wafat tahun 1313 M.
Akhirnya
tiga versi cerita berbeda tersebut menyebarluas, karena banyak buku
lain yang mengadopsi cerita-cerita yang disebutkan Redi setelah dia
wafat. Namun, beberapa sejarahwan ilmu pengetahuan mengatakan bahwa Redi
telah membuat cerita bohong dan mereka tidak percaya.
Bahkan,
dalam buku Julius Hirschberg, juga disebutkan tentang cerita Redi itu,
ditulis antara tahun 1899 dan 1918 di Jerman dan banyak informasi yang
sudah tua dan banyak yang diperbaharui. Buku tersebut kemudian
diterjemahkan (tanpa revisi) ke dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan
tahun 1985. Hasilnya, cerita Redi menyebar di Inggris, artikel
penelitian itu ditolak kebenaran ceritanya dan ini ditolak Julius
Hirschberg.
Beberapa cerita bohong lain juga ditulis oleh seorang
jurnalis di pertengahan abad ke 19 M. Dia mengklaim Roger Bacon
merupakan penemu kacamata seperti. Bahkan ia juga menyebutkan bahwa
biarawan (the Monk) Alexander juga telah diajarkan Roger Bacon bagaimana
menggunakan kacamata. Kabar ini tentu saja dengan cepat menyebar.
Kebohongan
lain juga terlihat pada sebuah nisan. Seorang pengarang menunjukkan
bahwa sebuah nisan di kuburan Nasrani yang berada di gereja, tertulis
sebuah kalimat, “disini beristirahat Florence, penemu kacamata, Tuhan
mengampuni dosanya, tahun 1317″. Masih banyak cerita atau mitos lainnya
tentang penemu dan pembuatan kacamata di Eropa. Semua mengklaim sebagai
penemu pertama alat bantu baca dan melihat itu.
BIAR LEBIH BERMANFAAT TOLONG DI SHARE YA.. :) Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook
Cara Order
Kirim email ke soengkar@gmail.com atau sms ke no. 087778642742-085213094707 pin BB 27ca86c7 sertakan jenis order anda (nama barang/kode barang, nama anda, email anda dan no. telp).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pengikut
Labels
- ARTIKEL SEPUTAR MATA (25)
- SOFTLENS (4)
1 komentar:
Terimakasih informasinya sangat berbobot, enggak copy paste + enak dibacanya, kebetulan saya pengguna Frame Kacamata Baca
Posting Komentar